Perempuan pada masa siti nurbaya dan sebelum siti nurbaya adalah mahluk yang dianggap oleh laki-laki “Benda Mati” dalam artian setiap perempuan tidak di beri kesempatan untuk mendapatkan hak-hak dasarnya sebagai manusia, pendidikan, kedudukan, derajat mereka dibatasi dan dianggap tak layak untuk sejajar dengan laki-laki. Yang di pengaruhi oleh budaya dalam masyarakat secara umum “patriarki berdasarkan bapak” ini menjadi dasar bagi laki-laki secara umum di masyarakat untuk berkuasa penuh dalam segala tingkat dan bidang di kehidupannya, penguasaan laki-laki dan subodinasi perempuan di masyarakat.
Advokasi hak-hak perempuan “ setidaknya, istilah ini menyiratkan penandaan bahwa perempuan tertindas secara sistematis; keyakinan bahwa hubungan gender bukan perbedaan alamiah antara jenis kelamin dan bukan sesuatu yang abadi, dan suatu komitmen politik dan transformasinya”.(andermahr, S., Lovell, T., dan Wolkowitz, C., 1997, A concise Glossary of feminist Thoery, OUP, New York).
Namun seiring perkembangan dan kemajuan zaman serta pola pemikiran yang semakin terbuka untuk menghormati dan menghargai hak-hak dasar setiap manusia. Gender dan Pembangunan GAD (Gender and Development) ini merupakan sebuah pendekatan pembangunan yang mencermati peran laki-laki dan perempuan yang terbentuk secara social dan mencermati dampak yang terjadi antara satu sama lainnya. GAD menganalisis hubungan Gender sebagai kekuasaan. Pendekatan GAD berfokus pada perubahan sikap, baik sikap laki-laki dan perempuan. GAD secara luas menggantikan peran pendekatan “permpuan dalam pembangunan” (WID; Women In Development) dan “perempuan dan pembangunan” (WAD; Women And Development).
Pengarusutamaan gender, dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC; Economic and Social Council) mengartikan pengarusutamaan gender sebagai: “proses menilai berbagai implikasi terlahap perempuan dan laki-laki dari berbagai tindakan yang direncanakan, termasuk perundang-undangan, kebijakan atau program, di dalam berbagai tingkat dan bidang. Ini merupakan strategi mewujudkan keprihatinan dan pengalaman perempuan maupun laki-laki menjadi bagian yang menyatu ke dalam rancangan, penerapan, monitoring, dan evaluasi kebijakan dan program di dalam semua ruang politik, social, dan ekonomi, sehingga laki-laki dan perempuan di untungkan secara setara, sehingga ketimpangan tidak di kekalkan. Sasaran terakhir pengarusutamaan gender adalah meraih kesetaraan gender. (www.sdnp.undp.org/gender/capacity/gm_intro.html, diakses bulan Juli 2005). Kini perempuan dapat merasakan dan memiliki hak-hak dasar sebagai manusia yang di jamin dan dilindungi Negara bahkan dunia internasional. Seperti:
-Piagam PBB menyatakan hak asasi manusia menjadi prinsip inti dan tujuan PBB, dan menegaskan hak yang sama bagi laki-laki dan perempuan.
-Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948, menyatakan bahwa semua manusia behak atas semua hak dan kebeasan yang diabadikan di dalamnya, tanpa memandang “ras, warna, jenis klamin, bahasa, agama, politik ataupun pendapat, kebangsaan dan asal usul social, kepemilikan, kelahiran, dan status lainnya.
-Konvenan Internasional Hak Politik dan Sipil 1996, menyatakan bahwa Negara harus memastikan hak yang sama bagi laki-laki dan perempuan atas pemenuhan semua hak politik dan sipil yang selanjutnya ada dalam konvenan ini.
-Hak-hak perempuan telah dinyatakan secara rinci di dalam konvensi CEDAW (Convention on the Elimination of All formsof Discrimination Against Women); konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan; tahun 1979.
*Inda Fiska M : ketua HmI cab. Tulang Bawang periode 2008-2009M,
ketua KPC HmI Cab. Tulang Bawang periode 2009-2010M,
Direktur Lembaga Konsultasi Dan Advokasi Masyarakat HmI Cab. Tulang Bawang periode 2011-2012M.
Posting Komentar